Jumat, 19 Desember 2014

Jemari Dakwah

Biar jari mengurai hikmahnya sendiri. Menceritakan kepadaku makna kenapa mereka berpisah tapi tak pernah terpisahkan. Menjawab tanyaku mengapa harus ada dua sisi berbeda pada dirinya, bagian agak gelap yang terlihat kuat jika dikepalkan dan bagian putih yang menyimpan banyak makna. Bagian yang Allahpun jelaskan dalam Al-quran dan bisa menjadi tanda karakteristik seseorang.
Akupun bertanya-tanya mengapa jari tak saling bermusuhan menentukan siapa yang paling tinggi, besar, kecil, pendek. Aku hanya tahu begitu indahnya jemari-jemari ini berkumpul bagai tak pernah ada kebencian. Tak ada benci jari mana yang dijadikan tempat perhiasan indah melingkar atau jari mana yang diberi amanah sebagai petunjuk arah. Tak perlu penjabaran untuk itu semua, aku hanya tahu jemari ini telah mengajarkan aku bahwa cukuplah menerima keadaan, dengan begitu semua akan menjadi kesatuan yang indah dan saling bermanfaat.
Jamari hanyalah prakataku saja untuk memulai perumpamaan sebuah kelompok yang pernah jadi tanda tanya besar bagiku. Tapi kini aku adalah salah satu jari itu, bagian dari kumpulan jemari itu, salah satu dari kumpulan insan yang memiliki perjalanan keras dengan kerja cerdas dan langkah-langkah yang ikhlas. Insan yang tak pernah mempertanyakan posisinya, kenapa dia harus ditengah, kanan, kiri, paling kecil, besar dan lain-lain.
Seperti yang kubilang jari-jari ini memiliki dua sisi. Tapi bukan sisi baik atau buruk karena kedua sisinya sama-sama baik. Kini kan kujelaskan masing-masing sisi itu. Pandanglah jari kalian, dan lihat bagian sisi yang lebih gelap. Yah, aku umpamakan ia sebagai sisi yang kuat, terlihat, menampakan dirinya demi terwujudnya kehidupan dunia yang ia inginkan. Disisi inilah aku ibaratkan orang-orang dalam kelompok ini memiliki jiwa yang kuat, menampakan keberadaannya, show up, dan beraksi untuk visi yang akan dituju.
Kini, pandanglah sisi lainnya. Sisi yang lebih cerah dari sisi yang lain. Ku sebut sisi ini adalah bagian rahasia. Bagian yang biar jadi rahasia jemari dan Sang Penciptanya. Ku ibaratkan bagian ini adalah sisi hubungan antara orang-orang dikelompok ini dengan Sang Penciptanya. Mungkin kalian pernah tahu mengenai membaca karakter lewat jari. Disisi inilah semua karakter akan terbaca. Tapi apakah dengan kasat mata kalian tahu karakteristik seseorang. Hanya dengan memperhatikan dengan detail kalian akan tahu. Dan aku mulai memperhatikan mereka –orang-orang dalam kelompok ini—dan membuka tabir rahasia mereka dengan Allah. Dan, kekaguman yang kudapat, melihat bahwa mereka adalah orang yang luar biasa. Hanya puji syukur yang dapat kulimpahkan kepada Allah karena menghadirkan orang-orang luar biasa ini disekelilingku.
Cukuplah berceloteh dengan jari-jari dan biar kulanjutkan kisahku dengan sebuah kepalan dari kumpulan jari-jari ini, yup pergelangan tangan –Biar lebih mudah akan kusebut tangan saja--. Sudah kujelaskan mengenai orang-orang hebat dalam kelompok itu tapi tentang apa kelompok itu akan sedikit saja kujabarkan. Bak kepalan tangan yang kuat, kelompok ini pun amat kuat karena ikatan kuat dari jari-jari hebat. Berkumpul berlandaskan syariat dan ukuwah. Ahh, cukuplah itu yang kujabarkan.
Kini bagian dari mereka membuatku memiliki arah tujuan pasti. Memiliki perjalanan yang amat berarti, dan memaknai hidup lebih dari sekedar bernapas. Hanya saja aku terlalu menikmati jalan ini, mencintai kenyamanan ini hingga aku lupa jalan ini tak sepenuhnya mulus. Lubang kecil telah membuatku tersungkur jatuh dalam penyesalan yang dalam. Andai aku tahun ada lubang, akan ku coba hindari.

Aku kan coba, selalu jadi jari-jari terbaik dan memiliki dua sisi baik. Akupun ingin lebih kuat agar bisa menjadi bagian terkuat dalam kepalannya. Semoga kalian bisa merasakan juga apa yang kurasakan. Karena tak semua bisa merasakan ini J

Cerita Sepatu

Kulihat, sepatu lusuhku yang tadi pagi tersenyum lebar kini mulai benar-benar tertawa hingga terlepas antara penutup dan alas. Ah, konotasi kiasan itu hanya hiburan saja bagiku, sesungguhnya sepatu ini sepertinya tak pernah tersenyum, justru mungkin ia sudah merengek ingin segera pensiun dari  pekerjaan menjaga kakiku dari pagi sampai malam setiap harinya. Tapi apa daya, aku terpaksa mempekerjakanmu bagai pekerja rodi yang tak pernah berhenti. Bukannya aku tak mau mempesiunkanmu wahai sepatuku, tapi sungguh kau teramat aku sayang walau sebenarnya alasan utamaku adalah karena aku belum bisa membeli penggantimu. J
Andai kau tahu sepatu, bukan hanya kau yang lelah dengan segala kegiatanku. Kakiku pun sering dibuat lelah karena mengunakanmu yang sudah usang dengan sisa alas yang begitu tipis. Tapi karenamu aku tahu kau lebih menderita dan karenamu meski kaki ini lelah bahkan lecet tapi ia selalu terlindungi.
Hari ini, kau buatku sadar lagi akan satu hal bahwa aku harus memperhatikan dirimu. Yah, aku tahu kalau kau sudah sangat sakit dan butuh perbaikan, tapi aku hanya membiarkan dan menambal semampuku. Hari ini kau memang membuatku malu didepan layak ramai. Bisa saja saat ini aku marah dan memaki pada nasib, tapi kondisi tubuhku tidak kuat untuk berpikir marah, lebih baik diam dan terus berjalan meski diselimuti rasa malu. Aku bersyukur rasa lelah ini datang menjadi pereda amarahku. Aku terus melangkah –atau lebih  tepatnya menggusur kaki- sampai ku tersadar bahwa ada dokter yang akan memperbaikimu datang dengan pertolongan --tukang sol sepatu disebrang jalan maksudnya :D--.
Dalam lamunanku, aku bersyukur Allah memberikan nikmat sakit sehingga banyak hal yang aku malas lakukan karena lemahnya tubuhku. Malas untuk marah, untuk berdebat, dan mengeluh karena aku tahu itu akan membuat tubuhku semakin lelah. Biarlah aku jalani scenario Allah yang ternyata indah dijalani.
Dan tarrraaaa…… sepuluh menit aku melihat proses pembedahan dan penjaitanmu, aku bisa rasakan pengorbananmu yang selalu setia menemaniku. Kini sepatuku, kau sudah lebih baik. Entah ini kabar baik untukmu atau tidak. Aku dengan terpaksa akan menunda pensiunnya dirimu. Relakanlah dirimu menemaniku langkah-langkah kakiku J.

Entah hari ini aku senang, meski lelah tapi aku punya banyak hikmah baru. Dan hari ini aku belajar untuk menahan amarahku, mengalunkan kepasrahanku, menimang kelelahanku dan mengingat bahwa akan ada Allah yang selalu hadir dalam kalbu-kalbu umatnya yang beriman.